Senin, 09 Juli 2012

bla bla bla...

ini tentang suatu keadaan yang tdk pasti,,,,entahlah,,,
aku juga tak tau..
dan ini smwa terjadi scr tiba2 dan tak terduga...
sbenarnya ini apa ya??,,,,entahlah,,,,,
aku yakin kau pun tak tau maksud dari tulisan ku ini,,,
dan aku pun memang sdang bingung tentang keadaan sore hari ini..
tak tau lah,,,
aku hanya mencoba mlatih kmampuan ku untuk bisa menulis dgn kata2 yang indah,mudah dimengerti dan sangat menyenagkan bila dibaca banyak orang,,,,,
hahahahhaah
sebanarnya ini ide gila,,,,sekali lagi..entahlah,,,,,
intinya aku mencoba blajar mengutarakan apa2 saja yang aku rasakan kapanpun dimana pun dan di situass\i apapu,hehehehe
tamat :)

#simply...

Minggu, 29 April 2012

ketika seseorang sedang bimbang

Di suatu malam, yang sangat dingin, terlihat seorang anak laki-laki berambut hitam yang sedang duduk dibangku taman. Suara jangkrik yang saling bersahutan dan angin malam membuatnya merasa kedinginan, namun tak dipedulikannya. Dari wajahnya terlihat Ia sangatlah sedih. Keikoku, nama anak itu menghela nafas meandang sebuah foto ditangannya.
Wajah Keikoku memanas, matanya bersiap untuk mengeluarkan air bening yang sedang tertumpuk dipelupuk matanya. Hatinya sesak. Difoto itu terlihat seorang wanita berambut pirang panjang dan bermata golden, yang sedang tersenyum. Dibingkainya terdapat nama yang mungkin, nama dari wanita itu. Tsukisa.
"Kakak... Kenapa kau pergi begitu cepat?" Lirih Keikoku. Air matanya-pun tertumpah membasahi kedua pipinya putihnya. Tanpa disadarinya, ada seorang wanita yang memperhatikannya sejak awal. Wanita itu memandang Keikoku dengan tatapan sedih. Ia ingin menghibur Keikoku. Namun, Ia tidak berani mengungkapkannya. Pada akhirnya sang wanitapun mendekati Keikoku. Keikoku yang menyadari kedatangan orang bersikap waspada.
"Keikoku... Lebih baik kau pulang, Kakakmu pasti sudah mencarimu." Ucap wanita itu.
"Ritsu... Aku tidak mau pulang." Jawab Keikoku sambil mengusap matanya yang basah.
"Keikoku... Aku tau kau sedih karena kematian kakakku. Tapi, kau juga harus memperhatikan orang lain. Kakak pertamamu pasti sudah mencarimu. Pulanglah Keikoku..." bujuk Ritsu sambil memegang bahu Keikoku. Keikoku mangangguk lalu bangkit dari duduknya.
Keikoku memasuki sebuah rumah yang mewah. Ruang tamu yang rapi dan bersih membuat siapa saja yang memasukinya merasa nyaman. Bau harum masakan yang baru matang tercium hingga keruang tamu.
"Aku pulang..." Ucap Keikoku.
"Keikoku... selamat datang. Kaito pikir kau tidak mau pulang. Kaito sudah bersiap untuk menjemputmu tadi." Ucap Kaito, kakak kedua Keikoku. Kaito membawakan tas sekolah Keikoku yang masih menggantung di bahunya.
"Dimana kakak pertama?" tanya Keikoku.
"Tentu saja sedang masak."
"Sudah selesai kok! Selamat datang dirumah Keikoku." Ucap Saito, kakak pertama Keikoku, sambil membawa makanan didalam panci, dan membawanya keruang makan.
Keikoku memandang ruang makan yang cukup besar itu. Rak piring yang mewah. Meja dan kursi panjang yang tersusun rapi. Terdengar suara berdecit ketika Kaito menarik kursi. Keikoku melihat sebuah merasa seorang wanita sedang duduk disana. 'kak Tsukisa,' batin Keikoku.
"Keikoku... ayo duduk. Kita makan. Disana tidak ada apa-apa." Ujar Saito. Seketika itu juga bayangan Tsukisa yang dilihat Keikoku lenyap dari kursi yang dipandanginya. Keikoku duduk dikursi dengan lesu.
Pagi yang cerah datang menyambut hari yang baru. Sinar matahari menerobos masuk ke dalam kamar Keikoku. Suara burung-burung menambah keceriaan suasana pagi hari yang tenang. Aroma bunga yang menyeruak masuk dari jendela tercium oleh Keikoku. Namun, bagi hatinya, hari ini adalah hari yang buruk baginya.
"KEIKOKU! BANGUN!" teriak Kaito dari lantai bawah. Dengan malas, Keikoku bangun dari tidur -tidak- lelapnya. Matanya sedikit bengkak karena menangis semalaman. Ia mengambil handuk dan masuk kedalam kamar mandi pribadinya.
Sementara itu, di lantai bawah Kaito dan Saito sudah siap untuk pergi ke acara kremasi Tsukisa. Mereka sudah siap untuk menghadapi Keikoku yang akan menangis nanti.
Ketika acara selesai Keikoku menatap nisan berisi abu dari orang yang Ia sangat cintai. Saito memeluk Keikoku yang langsung menangis dipelukannya. Ritsu menatap Keikoku yang menangis, hatinya ikut menangis. Ritsu tau Keikoku sangat mencintai kakaknya. Tapi, ia juga tidak bisa membohongi perasaan hatinya. Ia mencintai Keikoku.
Semilir angin yang berhembus menerpa tubuh mereka membuat suasana semakin haru. Harum semak-semak, suara daun bergesekkan. Keikoku berhenti menangis dan menatap nisan itu.
"Selamat tinggal kak Tsukisa..." ucap Keikoku lirih.
"Keikoku... ayo pulang." Ajak Kaito.
"Tu, tunggu Keikoku." Cegah Ritsu. Ritsupun memberikan sebuah surat kepada Keikoku. Keikoku menatap Ritsu bingung "Ini surat dari Kakak untukmu." Lanjutnya.
"Terima kasih..."
Sesampainya dirumah, Keikoku membaca surat pemberian Tsukisa-melalui Ritsu. Keikoku sedikit mengernyit ketika mengetahui bahwa surat itu bukan untuknya, melainkan untuk Saito.
'Saito, sampai kapan aku bisa menyampaikan perasaanku padamu. Aku tau kau pasti berpikir aku menyukai Keikoku, karena aku sangat dekat dengannya. Ritsulah yang menyukai Keikoku. Aku tidak menyukainya, aku menyukai dirimu. Aku mendekatinya untuk mencari perhatianmu. Kapan kau akan menyadari perasaanku? Apa ketika aku mati? Kalau begitu lebih baik aku mati demi mendapat perhatian darimu. Selamat tinggal, Saito.'
Keikoku menangis menyadari bahwa Tsukisa tidak menyukainya. Namun, Ritsulah yang menyukainya. Ia telah salah sangka. Sudah salah mencintai. Mencintai wanita yang menyukai kakaknya. Keikoku tau, kakaknya bukannya tidak menyadari perasaan Tsukisa. Saito mencintai wanita lain dan sudah bertunangan dengannya.
"Kei? Ada apa?" tanya Kaito yang baru masuk kekamar Keikoku.
"A, aku... Aku sakit hati... sekaligus bersalah pada Ritsu." Jawab Keikoku sambil memeluk bantal guling.
"Kenapa bisa terjadi seperti itu? Mau cerita padaku?"
Keikokupun menceritakan kejadiannya secara lengkap kepada kakak keduanya itu. Kaito dan Saito-didepan pintu kamar- mendengarkan cerita Keikoku dengan seksama. Setelah selesai menceritakan, Keikoku kembali menangis.
"Tidak ada kata terlambat untuk Ritsu, Kei... kau bisa mencobanya. Kalau tidak cocok kalian bisa putus. Tapi, kalau cocok kakak setuju denganmu. Benar kan, Kak Sai?" Keikoku terkejut mendapati Saito sudah berdiri di depan pintu kamarnya.
"Apapun untuk adik kesayanganku..." ucap Saito sambil tersenyum.
"Aku bukan adik kesayanganmu? Sedih, nih..." ucap Kaito sambil pura-pura menangis. Keikoku langsung berpikir bahwa, kebohongan Kaito akan terbongkar. Tanpa disangka-sangka, Saito memeluk Kaito dan mengelus rambut Kaito.
"Maaf, Kai... Kau juga adik kesayanganku juga, kok!"
'Dasar kakak pertama... sudah jelas-jelas bohongan kok mau ditipu...' batin Keikoku.
Keikoku menatap sebuah rumah sederhana yang cukup rapi. Taman kecil didepan rumah itu membuat rumah itu terlihat asri. Keikoku mencium bunga sakura yang tumbuh di pekarangan rumah itu. Udara panas dari teriknya matahari membuat Keikoku berhenti menikmati harumnya bunga sakura. Ia mempersiapkan batin dan mengetuk pintu rumah itu.
"Keikoku... ayo silahkan masuk..." ucap Ritsu yang membukakan pintu. "Ada apa? Pagi-pagi begini sudah datang." Tanya Ritsu ketika Keikoku sudah duduk di kursi.
"Begini... aku ingin tau sesuatu. Benarkah Kak Tsukisa menyukai Kak Saito? Dan... kau menyukaiku?" pertanyaan Keikoku membuat wajah Ritsu merona.
"Da, darimana kau tau? Be, benar kalau kak menyukai Kak Saito."
"Kalau dirimu?"
"Cu, cuma sebagai teman."
"Benarkah? Padahal kalau kau bilang 'iya', aku akan mencoba untuk menyukaimu..." ujar Keikoku. Ia tersenyum menatap Ritsu yang merona, menunggu jawaban dari Ritsu.
"Aku... a, aku menyukaimu..." ucap Ritsu terbata-bata.
"Terima kasih sudah menungguku... untukku menyadari siapa yang aku sukai sebenarnya. Meski saat ini masih sedikit. Mungkin, kita akan bisa menambah banyak perasaaanku padamu."
"Iya, aku akan membantumu."
Sejak saat itulah, Keikoku dan Ritsu berpacaran. Mereka saling melengkapi satu samaKeikoku akhirnya mengerti, apa maksud cinta yang sesungguhnya. Keikoku berterima kasih pada Kaito yang sudah membantunya menemukan perasaannya dan Saito yang sudah memberinya kesempatan, dan sedikit godaan-godaan kecil yang mempererat hubungan mereka.